Tuesday, April 21, 2009

Hey,, Kartini Digugat ...

Hari Kartini tahun ini, mengingatkan aku pada tahun lalu.
Tahun 2008, pada 100 tahun Kebangkitan Nasional, aku tergabung dengan Panitia Peringatan 100 tahun Kongres I Boedi Oetomo...
Salah satu rangkaian acaranya adalah Sarasehan Menuju Indonesia Mulia, yang dimaksudkan untuk menggali kembali nilai-nilai luhur perjuangan Boedi Oetomo, sebagai organisasi pemuda pertama yang berwawasan kebangsaan.

*Ya, kau benar,, aku mengutip dari Kerangka Acuan Kegiatan itu, yang sepertinya sudah kuhafal di luar kepala ...

Di sarasehan ini dibacakan salah satu surat Kartini oleh seorang wanita luar biasa, Nyi Iman Soedijat, murid Ki Hajar Dewantara.
Surat yang dibacakan dalam Bahasa Belanda itu berisi semacam prediksi Kartini, bahwa akan tumbuh suatu gerakan yang digagas oleh kaum muda untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Hmm, aku tak tahu pasti terjemahan tepatnya seperti apa, tapi begitu intinya.
7 tahun setelah Kartini menuliskan surat itu, Boedi Oetomo lahir.
Dan saat itu, Panitia meyakini, bahwa Kartini tak hanya berjuang untuk emansipasi wanita, tapi secara keseluruhan beliau juga berjuang untuk emansipasi bangsa.

Wah...
Ternyata ide di kepalanya tidak hanya tentang mensejajarkan peran wanita, tapi juga kemajuan dan kemerdekaan bangsa secara keseluruhan.
Terus terang, hal yang seperti itu baru pertama kali kudengar, karena di buku pelajaran sekolahku diberitahukan bahwa Kartini adalah Pahlawan Nasional, pencetus emansipasi wanita, oleh karena itu maka tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini.
Hari yang biasanya diperingati dengan kebaya.

Dan hari ini, menyadari banyak status of the day di Facebook menjadi ajang perdebatan antara laki-laki dan perempuan,, dan melihat anak-anak TK berkebaya dan berdandan seperti foto terkenal itu, aku langsung googling mencari ragam pendapat tentang Kartini, yang pernah dipertanyakan kepahlawanannya...
Dan kemudian kutemukan dalam beberapa tulisan dan komentar, ternyata Kartini memang banyak digugat.

- Bahwa Kartini adalah perempuan yang hanya bisa mengeluh lewat surat-suratnya, bahkan kemudian bersedia dijodohkan.
- Bahwa kepeloporan Kartini dalam emansipasi wanita di Indonesia disesalkan, karena jauh sebelum masanya, sudah ada Tribhuwana Tunggadewi dan Ratu Sima
- Bahwa Kartini tidak begitu cocok dengan perjuangan wanita masa kini, karena ia dianggap "menyerah"
- Bahkan ada pendapat, bahwa Kartini bukan pahlawan karena bukan Islam tapi beragama Katolik ???


Nah,, yang terakhir ini yang sangat mengejutkanku.
Apa hubungannya kepahlawanan dengan agama ...??!
Tak ada.

Anyway...
Aku teringat dengan pendapat yang kubaca entah di mana, bahwa mungkin Kartini sekarang sedih melihat nasib wanita Indonesia yang sekalipun beranjak maju jauh melebihi impiannya, tetapi juga telah menjadi kebablasan..
Keliru memaknai emansipasi wanita yang digadangnya.
Atau tentang bagaimana penerapannya kemudian berbenturan dengan norma masyarakat dan agama.

Sekali waktu di televisi aku pernah mendengar Butet Kertaredjasa berkata, bahwa kodrat wanita itu hanya ada dua, hamil dan menyusui.

Menurutku, ini sanjungan yang luar biasa pada wanita. Menjadi Ibu bukan merupakan takdir yang membatasi geraknya, tapi justru merupakan kelebihan.

Dan inilah mungkin yang mendorong Kartini untuk menikah, dijodohkan atau tidak, belakangan terlihat
kan, bahwa suaminya mendukungnya untuk mendirikan sekolah perempuan di Rembang ...
Menjadi madu atau tidak, tentu dia menikah dengan pertimbangan yang telah dipikirkan masak-masak, bukan hanya sebagai bentuk penyerahan tanpa syarat kepada adat dan kemauan laki-laki.
Ia tetap berkarya walaupun sudah menikah.
Aku memberanikan diri untuk mengatakan, bahwa pilihannya tak salah.

Ah, sudahlah..
Siapalah aku hingga berani mengeluarkan pendapat dalam perdebatan tingkat tinggi itu ??
Yang kutahu..
Aku sudah hafal lagu Ibu Kita Kartini sejak SD dan itu juga menjadi instrumen pertama dan mungkin satu-satunya yang sekarang bisa kumainkan.

Bagiku ...
Ia memang pahlawan.

Seperti Cut Nyak Dhien dan Christina Martha Tiahahu yang berperang dengan gagah berani melawan Belanda...
Ia memang tokoh emansipasi wanita.
Seperti Tribhuawana Tunggadewi dan Ratu Sima yang memimpin sebuah negeri.
Ia memang wanita teladan.
Yang bisa menyeimbangkan peran di dalam dan di luar rumah.
Ia memang luar biasa.

Dan tentu saja banyak misteri yang tak kita ketahui kenapa dia bersedia dipoligami, kenapa tak jadi sekolah ke Belanda, kenapa seolah-olah yang dikemukakannya hanyalah ide...
Jawabannya hanya akan kita dapatkan bila menanyakan langsung padanya, atau dengan mencari bagian surat yang disensor oleh Abendanon.

Dan ia tak pernah meminta untuk dijadikan pahlawan, tak pernah meminta dijadikan tokoh emansipasi...
Jadi,, apakah layak kita menggugatnya ...??


Sumber :

Animusparagnos
Politikana
Tempo Interaktif
Opensubscriber, zamanku@yahoogroups



blog comments powered by Disqus
Template has been modified and taken from this site