Saturday, May 30, 2009

That's What Friends Are For

Menggenapi Mei ini sebagai Bulan Mellow untukku ...
Mainkan videonya, click the play button, dengarkan lagunya, simak liriknya, resapi melodinya.
Rasakan emosinya.
Aku sedang bicara padamu, kau yang terlalu takut membuka pintu ...



And I never thought I'd feel this way

And as far as I'm concerned I'm glad I got the chance to say
That I do believe I love you

And if I should ever go away
Well then close your eyes and try to feel the way we do today
And then if you can remember

Keep smilin' keep shinin'
Knowing you can always count on me for sure
That's what friends are for

For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for

Well you came and opened me
And now there's so much more I see

And so by the way I thank you

And then for the times when we're apart
Well then close your eyes and know

These words are coming from my heart

And then if you can remember

Keep smilin' keep shinin'
Knowing you can always count on me for sure
That's what friends are for

For good times and bad times

I'll be on your side forever more
That's what friends are for


Pesanku hanya satu, sayangku ...
Tersenyumlah.

Au Revoir ...
Because I don't wanna say good bye.

Wednesday, May 27, 2009

Reborn

Ibuku tadi menelpon, mengucapkan selamat hari lahir yang ke-3. Beliau merayakan hari ini sebagai hari kelahiranku kembali setelah hilang pada gempa bumi 27 Mei 2006.

Ouwh, sebelum kau kaget dan berpikir bahwa aku benar-benar salah satu dari korban hilang, kurasa aku harus menjelaskan dulu bahwa hari itu aku baik-baik saja. Jam 6 pagi itu aku terloncat dari tempat tidur lalu lari keluar rumah, sama seperti orang-orang lain, aku pun mengira Merapi njeblug.

Aku tak pernah hilang. Aku jauh dari sumber gempa.
Aku hanya hilang dari radar Ibuku, tak bisa ditelepon, tak ada kabar.
Mama menonton berita di televisi sepanjang hari, mendengar gosip tetangga yang mengatakan bahwa ada korban berbaju merah yang mirip aku sedang dievakuasi.
Panik, sedih, menangis, meratap dan tak henti berdoa untuk keselamatanku.
Sungguh pilu, merasa begitu kehilangan, padahal permasalahan sebenarnya adalah, hari itu tak ada sinyal telepon di Jogja. Mati.

Tengah malam, hampir dini hari, baru aku berhasil menelepon.
Dan sejak itu, Mama menyatakan 27 Mei sebagai hari kelahiranku kembali.
Suka-suka Mama lah, toh Beliau memang melahirkan aku ..

Reborn.
Keren kan ? Berapa banyak orang yang punya dua.. tiga tanggal lahir ?

Aku pun pernah "terlahir kembali" ketika aku masih bayi. Aku sakit parah dan dinyatakan "sudah pergi" oleh tetua desa tempat dulu Ayahku bertugas. Tubuhku katanya sudah pucat membiru, dingin dan mengeras.
Kakekku yang seorang Mantri, menggeleng tak puas. Apalagi Ayah-Ibuku. Kemudian keluarga mencoba mencari second opinion dan aku pun dibawa ke kota. Di tengah laut yang kami seberangi dengan speed boat di malam yang berangin, tubuhku kembali dialiri darah dan langsung membuka mata.

Oke, ini sepertinya kedengaran hiperbolis dan horor sekali. Tapi begitulah ceritanya.
That's why aku begitu mencintai bau laut, mungkin.. kalau mau dicari hubungannya.

Sebenarnya, tak ada di agamaku tentang konsep lahir kembali.
Tanggal dan hari tersebut ditandai Ibuku semata untuk mengingatkanku bahwa waktu kita di dunia ini tak panjang.

Have you lived your life to the fullest ?
Dan yang paling penting, apakah kau hargai hidupmu dengan bersyukur dan beribadah pada Tuhan ?

Aih..
Tiga kali aku dinyatakan lahir kembali, tiga kali pula dalam setahun aku menjalani ritual perenungan wajib itu.

Dan apa yang kurenungi hari ini ?
Aku merasa berdosa. Bukan hanya karena aku merasa nilai ibadahku yang sangat kurang sekali, tapi juga karena aku tak memperingati hari ini dengan kesyahduan yang sama seperti kesan Ibuku.
Bagiku hari ini hanyalah hari biasa seperti hari lain, persis seperti anak berumur 3 tahun yang tak paham artinya ulang tahun.

Rupanya pepatah yang sering didendang Mama, "Kasih Ibu sepanjang zaman, kasih anak sepanjang galah" yang bagiku penuh kontradiksi dan sempat kutentang itu, benar adanya.
Aku hanya berharap, semoga galahku panjang sekali sampai tak kelihatan ujungnya.

Dan untukmu Mamaku, tolong jangan bilang bahwa Mama mulai merasa kehilangan kontak batin kita.
Aku memang jauh dari rumah, tapi yakinlah aku akan selalu pulang ke pangkuanmu.
Aku ini hidup dari darah dan bernafas lewat paru-parumu, dan itu selamanya tak kan pernah berubah seperti yang selalu Mama katakan. Aku selalu menjadi anak perempuan kecil-mu, tak peduli tetangga bilang aku ini tertukar di Rumah Sakit karena perbedaan fisik kita yang begitu jauh.
Ah, ketahuilah.. Aku masih berharap mewarisi hidungmu.

Monday, May 25, 2009

Rindu



Rindu sekali
Aku ingin bertemu
Ingin mendengarnya menyebut namaku

Ingin bertemu ...
Lebih dari avatar dan kelakar maya
Lebih dari petikan gitar lagu kita
Lebih dari inginku mencium bau bantalku sendiri

Rindu sekali

Tolonglah..
Dadaku rasanya sesak melihat gambarmu
Perutku seperti diaduk-aduk
Mulas padahal aku tak salah makan
Ulu hatiku terasa nyeri meski tak sedang disayat sembilu

Oough ..
Menyesal dulu aku tertidur di fisika
Sungguh baru sekarang kupaham, bahwa jarak bukanlah besaran yang hanya dihitung dengan mengalikan waktu tempuh dan kecepatan ...


Wednesday, May 20, 2009

Singunen

Oh bukan ..
Aku tidak sedang ikut-ikutan Om Trainer atau Uda Vizon yang beberapa waktu lalu suka membahas tentang istilah-istilah bahasa daerah.

Singunen itu, adalah ...

Well, let's talk about phobia.
Takut terbang, saat berada di pesawat, seolah-olah jantungmu berdebar dan berdenyut.
Itu singunen.

Berdiri di atas kawah Tangkuban Perahu, dan kau lihat ke bawah.
Jantungmu berdebar dan berdenyut lagi, itu singunen.

Menyeberangi jembatan di atas sebuah sungai yang mengalir deras.
Jantungmu berdebar dan berdenyut, itu juga singunen.

Perasaan seperti itulah yang disebut singunen. Mungkin juga takut jatuh.

Aku tak takut ketinggian, tak takut terbang, tak takut flying fox atau roller coaster.
Tapi bila turun menggunakan eskalator, aku singunen.

Nah, out of topic ...
Seorang temanku bercerita, bahwa Bapaknya, pejabat di kantor pemerintah daerah, beberapa waktu lalu menolak memimpin suatu proyek milyaran rupiah.
Alasannya, dia takut bila suatu saat yang entah kenapa tertimpa suatu kesialan yang disengaja maupun tidak, dia bisa diselidiki oleh KPK.

Tanpa banyak pikir kujawab, "Bapakmu singunen tuh ..."

Dia tak paham ...
Ya, kupikir memang singunen,, Bapaknya itu takut jatuh, kan ..?


* Memperingati 101 tahun Kebangkitan Nasional, hari ini ditandai dengan jatuhnya Hercules.
Hercules, anaknya Dewa Zeus itu saja bisa jatuh, jadi wajar saja pejabat yang cuma manusia biasa itu
singunen, takut jatuh dari posisi empuknya sekarang.
Yah, lumayan lah .. Menghindar dari pada nanti tergoda. That's saying something.

Monday, May 18, 2009

Lihatlah Aku

Jangan bilang aku plin-plan bila aku bingung memilih peep toe shoes atau mary jane.
Jangan bilang aku dangkal karena tak mau keluar rumah tanpa eye liner.
Jangan bilang aku dramatis hanya karena aku meminta penjelasan.
Jangan bilang aku cengeng bila aku menitikkan air mata.

. . .

. . .

. . .

. . .

Dan jangan bilang aku bodoh, hanya karena aku rindu. Karena dengan rela kusebut diri ini, perempuanmu.

Ya. Lihatlah sisi wanitaku yang pernah kauragukan ...

Tuesday, May 12, 2009

Untuknya Kenangan Ini Kutuliskan

Kakekku
Beliau adalah pendongeng yang menceritakan padaku tentang Kancil dan Buaya, Harimau dan Burung Pelatuk, serta semua makhluk dalam fabel. Menceritakan padaku tentang riwayat kerajaan zaman dulu, tentang Putri yang pemberani dan Pangeran yang berwibawa.


Kakekku
Beliau adalah guru mengajiku. Kesalahan tajwid sedikit saja, maka akan dipukulnya tanganku dengan alat penunjuk yang terbuat dari bilah bambu. Namun ilmu membaca Al Qur’an yang Beliau ajarkan tak semuanya mampu kuserap. Celakanya aku melewatkan satu ikhfa saat tes membaca Al Qur’an di salah satu persyaratan kelulusan, hingga hanya nilai seadanya yang kudapatkan.

Kakekku
Beliau yang mengajariku mengetik dengan menggunakan mesin ketik tuanya, hingga aku bisa mengetik dengan 10 jari pada kelas 4 SD. Dan sekarang setiap kali jari-jariku menyentuh keyboard, aku selalu bertanya-tanya, kenapa Beliau mengajariku mengetik ?

Kakekku
Beliau jago main kartu, tak ada yang kan bisa mengalahkannya di setiap permainan kartu pada saat kenduri. Cucu-cucunya memohon, meminta, merayu, menyogok dengan menawarkan memijat kakinya, menjadi sopirnya ke mana saja, bahkan ada yang nekat berjanji ia akan menghafal surat Al-Baqarah lengkap. Tapi Beliau hanya menertawakan kami dan tak sudi menurunkan ilmu itu.

Kakekku
Beliau yang mampu memutus seleraku akan cumi yang dimasak hitam berdawat. Suatu siang, aku yang ketika itu masihlah seorang gadis kecil yang kelaparan sepulang sekolah, lahap menghabiskan lauk siang itu tanpa ber-Bismillah.. Masakan itu tak pernah kusantap lagi hingga kini hanya karena Beliau berkata, “hati-hati Cu, nanti kau akan termakan alat kelaminnya.”

Kakekku
Yang selalu wangi di hari Jum’at dan Hari Raya. Hari Raya yang menggiring kami berlomba ke kamar Beliau.. Kebingungan dan gembira menjadi satu, apakah minta dipercikkan parfum Arab-nya lebih dulu, sungkem, ataukah mengamankan jatah uang lebaran.. Semua bergerombol kecil dan besar dalam urut-urutan yang kacau.. Sementara Beliau hanya terkekeh menertawakan keluguan dan sekaligus bakat ketamakan kami.

Kakekku
Tepat di hari-hari ini tiga tahun lalu.. Di tengah stroke yang membuatnya tak bisa lagi mengajar mengaji, tak bisa lagi makan seafood dan sayur kampung favoritnya, tak merasakan lagi beda panas dan dingin ... memintaku untuk melafalkan surat Yasin di telinganya.

Aku, dengan kenakalan seorang murid yang ingin mangkir. Dengan kebengalan cucu perempuan yang terikat janji bersenang-senang dengan teman lama.. Tak menurutinya ...
Hingga esok hari, dan esoknya lagi ... sampai akhirnya aku pulang kembali ke perantauanku.

Beberapa bulan sesudahnya, kudengar kabar dari Ibuku, Kakekku berpulang ...
Dengan damai, sungguh dalam damai.
Dan beberapa hari itu, Beliau tak berhenti memanggil namaku ..
Bertanya, di manakah cucunya, bertanya berulang-ulang ...
Di mana cucunya yang suara kaki kecilnya berkeletok di lantai ulin. Dimana cucunya yang suara mengajinya ingin ia dengarkan ...


Aku jatuh terduduk. Tak bisa melanjutkan sisa pekerjaanku.
Saat itu yang kuinginkan hanyalah berwudhu, duduk melafalkan Yasin yang pernah kuutang pada Beliau.
Hingga kini, walau beratus-ratus kali pun Yasin kubaca .. tetap rasanya utang itu tak pernah lunas kubayar ...

Sunday, May 10, 2009

Profesi yang Aku tak Ingin Dilakukan oleh Anak Keturunanku

1. Pedicurist
Membersihkan kotoran kuku kaki orang …?
Sementara si Nyonya-Nyonya yang dilayaninya bergosip tentang si ini yang selingkuh dengan suami si itu …
Atau melayani gadis-gadis muda yang telpan telpon, meminta uang tambahan pada pacar 1, merencanakan kencan dengan pacar 2, dan mungkin sedang dalam proses pendekatan untuk mendapatkan pacar 3 ..
Atau seorang laki-laki homoseksual yang merasa dia lebih tau pekerjaan itu lebih dari pada si pedicurist sendiri. Dengan sok tahu-nya ia menunjukkan perbedaan membersihkan kuku jempol dan kelingking.

Oh, pelanggan yang kucontohkan semua tak menyenangkan.
Oke, katakanlah si pelanggan ini adalah wanita karir, gadis muda atau Ibu rumah tangga yang ramah ..
Apakah kira-kira yang dipikirkan si pedicurist ??
Apakah ia senang, iri, atau ada beberapa penyesalan yang menyusup ke otaknya ?
Mungkin ia berharap, semoga anak-anaknya suatu saat yang akan berada di kursi nyaman itu, sementara kuku kakinya dibersihkan ?

2. Tukang Cuci
Pekerjaan ini ada di mana-mana.
Lagi pula siapakah yang pada zaman sekarang ini punya banyak waktu untuk mencuci bajunya sendiri ?
Minimal kita melakukannya dengan mesin, atau mungkin mencuci sendiri baju terbagus dan menyisakan yang lain pada laundry service.

Maksudku adalah, tukang cuci yang melakukannya dengan mengucek. Dan bukan sembarang baju, tapi dalaman, jeroan.
Ufh, aku selalu penasaran dengan apa yang mereka pikirkan saat berusaha membersihkan beberapa noda itu.
Rela. Tentu. Itulah pekerjaan mereka.
Tapi apakah ada perasaan jijik, merasa hina, atau pikiran bejat yang berhubungan dengan pelet-memelet dan ilmu hitam ??

3. Petugas Cleaning Service di club malam atau diskotik.
Membersihkan muntahan orang ?
Mem-flush toilet yang lupa dilakukan oleh pengunjung yang jangankan untuk menyiram toilet, bahkan mungkin mereka juga lupa apakah sudah pee atau belum ?
Mendengarkan ocehan ngaco tak terkontrol mereka yang mabuk ?

Mungkin yang para petugas cleaning service ini pikirkan adalah …
"Apa yang kaulakukan, orang yang kelebihan duit ? Membuang uangmu untuk membeli minuman yang membuatmu bertingkah seperti orang goblok, hanya untuk dimuntahkan kemudian ?
Berapa uang yang kau keluarkan malam ini ? sebulan gajiku ?!"

4. Bikini Wax Lady
What can I say about them ?
Bahwa mereka adalah penjaga rahasia paling andal ?
Bahwa mereka mengenal setiap lekuk, bentuk, dan juga mungkin motif
kecantikan, keputusasaan, kepercayadirian pelanggannya ?

Ah ....
Daftarnya bisa menjadi sangat panjang. Tapi cuma itulah yang sekarang bisa kupikirkan.


Rasanya, aku tak ingin membuat mereka melakukan itu. Tak ingin aku menjadi pelanggannya, hanya karena aku tak mau melihat mereka berada dekat kakiku, menyunggingkan senyum ramah antara kagum, geli, atau mungkin sinis, dan jijik ..??
Senyum yang sayangnya tak terbaca dengan jelas, karena mereka sudah sangat piawai mengukir senyum itu persis seperti keahlian mereka menjalani profesinya.


Tapi bila tak ada yang menggunakan jasanya, dari mana mereka hidup ?
Bukankah itulah sumber rezekinya ..??

Jika ada di antara yang membaca ini berpikir ulang untuk menggunakan jasa mereka, aku mohon jangan.
Dan juga jangan timpakan penyebabnya padaku, karena aku sungguh tak berniat memutus rezeki orang.


Maaf, aku hanya sedang iseng.
Dan seperti keisengan lain, yang satu ini pun tak akan luput dari kemungkinan merugikan orang lain.

Saturday, May 9, 2009

Takut Kawin

Nikah !
Maksudku, takut nikah.

Si Muzda takut nikah ??
Takut.
Scare. Affraid. Freak out.
Berkebalikan dengan impian other 20-something girls ??
O yeah...

Kenapa ??
Uhm ...
Untuk menjawab pertanyaan ini, berarti aku juga harus membuka cerita lalu yang sudah terkubur jauh di belakang kepala.
Haiyah, jangankan berpikir untuk menikah, bagaimana rasanya jatuh cinta pun aku sudah lupa.

Lupa rasanya jatuh cinta, takut nikah. Sempurna lah ..
Ketakutan ini pernah kugunakan untuk menjawab pertanyaan dari banyak wajah yang bersimpati, ketika pernah suatu waktu aku mengakhiri hubungan yang tampaknya akan berlangsung selamanya.
Alasan sebenarnya, hohoo... hanya aku, dia, dan Tuhan yang tahu ... Oke, mungkin Tuhan lebih tahu.
Tapi memang benar, aku juga takut.

Terbalik ..!!
Kata orang-orang ...
Biasanya ketakutan itu hanya dimiliki oleh laki-laki. Nah ..??!

Kapan itu, aku baca tulisan dari Uke Poet. Dia bicara tentang tantangan terberat.
Katanya...
Tantangan profesi sebagai istri dan ibu itu tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada suami, keluarga dan masyarakat yang notabene manusia juga. Namun juga harus dipertanggungjawabkan ke hadapan Sang Khalik.

Membaca tulisan itu. Membaca kebahagiaan (serunya) hidup pernikahan Mbak Imel, Mbak Yessy, Mbak Eka, Mbak Puak...
Aku menjadi malu dengan tulisan Kartini-ku 21 April lalu.
Di umur yang -menurut warga kampung Si Mbak- sudah mendekati tua untuk menyandang status single ini, rupanya aku belum pantas disebut sebagai wanita.

PS :
* Karena rasanya malu untuk menceritakan hal konyol ini, maka draft tulisan ini sudah tersimpan lama sejak 22 April lalu. Dan untuk memberanikan diri meng-click that little tiny thing named publish button , aku membius diri lebih dulu dengan Dream Theater.

* Ketakutan itu cerita dulu. Sekarang ...
Well
, sekarang sepertinya aku menginginkannya.
Sepertinya sih ...
Bila aku bertemu dengan the right guy,, kita bisa bilang dia jodoh.

^^

Wednesday, May 6, 2009

Makan Budi

Tulisan yang sebenarnya, tak jadi kuposting.
Ini hanyalah pengganti, penyaru, hanya kefrustasian yang adalah pelarian dari rangkaian cerita yang sudah disusun sedemikian panjang.
Aku tak mampu memberitakan senada hitam yang aku tahu tak boleh disebar
Rupanya kejujuranku terhadang oleh nurani yang sering kuabaikan untuk diriku sendiri, tapi selalu kusaring dengan begitu rapatnya bila menyangkut orang lain.
Sering pula, kujadikan diriku sendiri sebagai kambing hitam. Mengambil tali pancung yang sejatinya bukan hukumanku.

Martir, kau bilang ?
Bukan.
Aku hanya sedang naïf.

Bukan pula karena aku tak punya keberanian yang tak sampai seketikan kuku Pram, atau seniman lain yang terpenjara karena menyanyikan dendamnya …
Tapi karena aku sungguh tak sanggup manyakiti yang kusayang, menyinggung orang yang disayang kesayanganku.

Jadi di sini hanya ada tiga paragraf terakhir dari tulisan aslinya..
Sang Putri jelmaan termakan budi sampai tak bisa bernafas manabila rantai makanannya terputus.
Dan ia, tak lupa juga, dengan kebajikan seorang teman yang penyayang, memberikan sebutir pasir dari gunungan kemewahan budi yang dikaruniakan padanya.
Sebutir pasir yang dimaksudkan sebagai jerat budinya bagi si teman yang tak beruntung.
Untuk bisa menjadi dayangnya. Menjadi juru bicaranya. Menjadi alibinya.

Dan si dayang yang tak rela itu berontak.
Ia tahu ia lebih tinggi harganya..
Budi itu tak ia minta, tak diharapkannya, tak juga ia nikmati.

Kepadamu, aku bicara.. wahai orang yang terlahir sebagai pemimpin, berhentilah mengambil tempat di belakang.


Tuesday, May 5, 2009

Wolverine dan Kelicikanku

Wolverine, X-Men the Origin ...
Oh no, ini bukan tentang resensi film. Aku tak akan membuatmu bosan dengan masa lalu Wolverine, no no no ...

Tapi karena aku bukan pembaca komik Marvel dan sejenisnya, aku terpesona dengan film ini. Dan aku surprise, ternyata Logan alias Wolverine dan saudaranya Victor Creed pernah ikut pada Perang Dunia II. Menjadi salah satu prajurit invasi Normandia pada D-Day, ..

Aku jadi teringat dulu aku begitu frustasi dengan game perang Medal of Honor.
Bila kau belum pernah main game ini, atau menonton film tentang D-Day seperti Saving Private Ryan atau The Longest Day, maka bayangkanlah penyerbuan Sekutu ke Pantai Normandia pada hari 6 Juni 1944 itu.

Bayangkanlah Omaha Beach yang menjadi pendaratan yang paling banyak memakan korban di sepanjang pantai Normandia. Pantai yang penuh dengan barisan fortres yang ditanam untuk menghindari serbuan langsung Sekutu yang mungkin dilakukan dengan menggunakan tank. Di sana ada Benteng Atlantik, yang merupakan benteng Jerman dengan meriam dan senjata yang siap menembaki tentara Amerika yang baru mendarat. Tak hanya itu, Benteng diperkuat oleh divisi tentara pimpinan Rommel, yang merupakan tentara-tentara yang terlatih baik dan berpengalaman di perang front timur.

Bila aku menjadi tentara Jerman, dengan mengabaikan betapa lemah pertahanan mereka dan betapa buruk strateginya, invasi Normandia ini seperti permainan, ke mana pun moncong senjata diarahkan, pasti akan mengenai tentara Amerika yang merayap di sepanjang pantai. Ibaratnya, dengan memejamkan mata sekali pun Jerman tetap bisa menghabisi mereka yang dari atas benteng terlihat seperti barisan semut kecil.

Dan bila aku adalah tentara Amerika, pendaratan ini seperti mimpi buruk. Itulah yang kurasakan, tentu saja dengan ukuran yang tak sesuai untuk ditakar dengan keadaan yang sebenarnya, karena aku hanya merasakannya di permainan Medal of Honor. Pada level tertentu, yaitu penyerangan Omaha Beach, berkali-kali aku mati di situ.
Menembak mati, tak menembak pun mati.
Bergerak terus, aku mati .. Diam, aku mati.. Jalan memutar, jalan lurus, tetap mati ...

Sampai akhirnya seorang teman menunjukkan caranya. Yaitu dengan mempelajari pola dentuman yang berkala. Setiap beberapa menit sekali tembakan ini berhenti untuk sekitar berapa detik, yang kuasumsikan sebagai waktu untuk reload. Saat itulah baru aku maju selangkah demi selangkah, dan berlindung di antara deretan pagar fortress bila rangkaian tembakan terjadi lagi.
Pola reload yang begitu menguntungkan di game ini, tapi tentu saja tak akan terjadi sebegitu rapi di kejadian sebenarnya.
Dan untungnya lagi, karena ini permainan, maka disediakan tenaga medis yang akan memberikan pada kita botol obat bertanda palang merah, untuk langsung mengobati luka, dan kita langsung akan sembuh saat itu juga.
Tapi dengan semua keuntungan permainan itu, tetap saja adrenalinku memuncak demi mendekati benteng Jerman itu, dan melumpuhkan senjata mereka sehingga tentara-tentara yang mendarat berikutnya aman dari serangan.

Setelah aku berhasil mendekati benteng, aku masih harus berjuang mendapatkan peledak yang digunakan untuk menghancurkan pagar baja yang mengelilingi benteng. Baru kemudian, dengan catatan kalau tidak mati dan harus mengulang step yang sama lagi berkali-kali, aku bisa mendapatkan kesempatan mengambil sniper milik Jerman yang mati kita tembak lebih dulu. Sniper itu kugunakan untuk menembak tentara Jerman di atas bukit, dan memberikan kesempatan pada teman-teman lain untuk maju.

Setelah misi itu selesai, baru aku bisa masuk dan naik ke atas benteng pertahanan, menghabisi tentara Jerman satu per satu.
Sementara Victor Creed, haiyah ... dia dan Logan bisa dengan gampang terbang dan merayap, menangkis peluru hanya dengan telapak tangan.
Bila semua tentara Jerman disatukan pun, tak akan mungkin menang melawan dua makhluk mutan ini.

Aku iri, coba di Medal of Honor ditawarkan player sejenis ini.

Di film, semua mungkin.
Apa yang pernah ada di impian terliar manusia sekalipun, bisa direalisasikan di film.
Huff,, that’s why I love movie ..

Semua mungkin, heh ..??
Termasuk memperkosa isi buku sampai berbeda sama sekali dengan cerita aslinya ...??
Silakan ...
Silakan sebutkanlah daftar buku-buku yang menurutmu diangkat ke film dengan hasil yang begitu mengecewakan.

Aku sungguh mengerti bagaimana kesulitannya merangkum 1000 halaman Harry Potter menjadi film berdurasi 150 menit, tapi itulah .. kenapa memang membaca itu nikmat.
Pecinta Harry Potter yang tak hobi membaca, tentu tak tahu mereka melewatkan banyak momen, banyak celetukan di ruang rekreasi atau sepanjang koridor saat pergantian kelas, atau kenakalan Peeves, Ksatria berbaju balet, dan keisengan Lukisan Nyonya Gemuk penjaga pintu asrama Gryfindor.
Tak akan tahu bahwa Ginnie ternyata gahar, dan alasan kenapa George dan Fred menjadi tokoh favorit nomor duaku setelah Harry sendiri.

Seandainya aku menjadi penulis buku yang diangkat ke sebuah film.. relakah aku bila isi bukuku dirubah, dipangkas, dibelokkan, dicarikan jalan pintas ??

Dulu pasti akan kujawab tidak.

Tapi baru-baru ini aku membaca sebuah ulasan di majalah film, tentang pengadaptasian serial Shopaholic ke dalam film.
Memang ...
Kutanyakan pada teman-temanku yang tak membaca bukunya, mereka bilang film itu bagus dan lucu.
Menurutku ?? kurang.
Aku tak menemukan bahasa lain, hanya kurang.
Kurang di mana-mana ...
Humor cerdasnya tak mengena, plotnya tersilang balik, pesan moralnya terlewatkan.
Film ini membuat Shopaholic menjadi seperti Chicklit kebanyakan, membuat novel itu menjelma menjadi komedi romantis gombal yang menawarkan terlalu banyak mimpi.

Endingnya terlalu gampang.
Jenis film yang dalam keadaan biasa hanya akan kutonton DVD-nya saja, bukannya di bioskop.

Kemudian aku ingat membaca di majalah itu juga, pada edisi jauh sebelumnya ketika film ini baru memasuki tahap produksi. Bahwa katanya, Sophie Kinsella tak keberatan dengan adanya perubahan ekstrim itu, tak hanya setting yang digeser ke Manhattan, tapi juga tentang pekerjaan Luke Brandon dan tokoh Girl in the Green Scarf yang sebenarnya hanya ada di khayalan Becky, menjadi nyata !

Penulisnya tak keberatan !
Maka tiba-tiba saja, di kepalaku terbentuk sebuah pikiran gila, egois dan sangat sinis.
Yaitu ...
Tak apalah bila mereka merubah isi bukuku semau mereka. Karena itu berarti, bukuku akan tetap dinilai lebih bagus oleh pembacanya. Kritikus akan berkata bahwa film itu tak bisa menyatakan setepat pesan yang ingin disampaikan penulis.

Haa.. ??!
You see what I mean ...
Ya, bukuku tetap akan mendapat nilai lebih bagus, dan akan dicetak ulang.

Gila kan ??
Aku ngeri sendiri dengan pikiranku ini, yang ternyata bisa licik juga.

Friday, May 1, 2009

Rambut Boleh Sama Hitam ....

Dalam hati siapa yang tahu.

Tentu orang kita zaman dulu bukan iseng belaka membuat pepatah demikian. Berjuta-juta-juta-juta manusia di bumi ini, Indonesia khususnya, atau wilayah mana pun yang berambut asli hitam, tentu punya sifat yang berbeda.

Dengan sedikit modifikasi lancang, kurubah menjadi "Rambut boleh sama hitam, tapi cara berpikir pasti berbeda.."
Bukannya kenapa, tapi menurutku di bawah rambut kita yang berwarna hitam ini, bersemayam otak yang punya kemampuan menggiring cara berpikir kita, tindak tanduk dan bahkan juga kepribadian.
Ah, tak usahlah aku jauh-jauh membandingkan perbedaan antara apa yang ada di pikiran Calon Presiden dan Bakul Mi Ayam hari ini, saat ini, karena saudara kembar saja bisa berbeda.

Bila kutanyakan padamu, faktor apa saja yang mungkin mendorong perbedaan ini, pasti akan ada banyak jawaban dan pendapat, kan ..??
Nantilah kemukakan soal itu, sekarang mungkin yang ada di pikiranku adalah contoh kasusnya saja ...

Suatu hari Mbak Pembantu di rumahku bergosip tentang tetangganya di kampung yang belum menikah.
Sebelumnya ku-pause dulu cerita Si Mbak ini, untuk sekedar memberitahumu bahwa kampung yang diceritakannya itu cuma berjarak belasan kilometer saja di utara rumahku, di daerah yang bernama Kalasan.
Nah, beginilah jalannya gosip pagi itu ..
Si Mbak : ”Mbak Mir itu perawan tua lho, Mbak .. sudah gak ada yang mau lagi ..”
Aku : ”Emang umurnya berapa, Mbak ..?”
Si Mbak : ”Sudah 25 tahun.”
Aku : "?!"

Itu cerita pertama.

Cerita kedua, pada suatu ketika yang entah kenapa aku duduk bersama dengan kelompok ibu-ibu muda sedang arisan. Di tempat itu ada sebuah televisi berlayar datar dengan ukuran yang sangat menyenangkan untuk menonton siaran langsung sepak bola. Televisi itu menyiarkan acara gosip, yang kemudian digosipkan lagi oleh mereka (dan aku juga, kadang-kadang menimpali,, sambil dalam hati menggerutu pada presenternya yang sok dramatis itu) ..
Seorang Ibu yang duduk di sebelahku berkata, ”Oh iya, ntar pulang ini aku mau beli tabloid N*bip ah, isinya bagus-bagus.”
Aku yang merasa diajak bicara oleh Ibu itu, menjawab, ”O ya,, ada berita apa, Mbak ..?”
Si Ibu menjawab, ”Itu loh Jeng, Mayang Sari katanya melet Bambang, katanya dia pasang susuk di keningnya.”

Bukan mau mengatakan bahwa aku dan Ibu arisan itu punya pemikiran atau ketertarikan berbeda pada satu topik tertentu. Setiap perempuan pasti sama, pernah menonton infotainment, serendah apa pun intensitasnya. Mungkin itu hanya karena aku yang sok-sokan tak peduli gosip artis.
Tapi seandainya kau menjadi aku saat itu, apa yang kaupikirkan bila ada seseorang yang mengatakan bahwa media itu "isinya bagus-bagus.."?

Masalah kawin juga, aih, bagaimana mungkin ada perbedaan semencolok ini ...
Aku tertawa miris saat itu, miris karena di "dunia" tempat aku dan kau hidup ini, usia 25 tahun adalah usia awal seorang gadis mulai memikirkan pernikahan, sementara di kampung sana, usia itu berarti dead end. Usia di mana seorang gadis mendapatkan titel sosial yang disematkan dengan semena-mena oleh orang-orang di sekitarnya hanya karena belum sampai giliran mereka mendapatkan jodoh dari Tuhan.

Ada lagi perbedaan yang tak kuketahui bagaimana rasanya.
Tentang pasangan menikah yang selalu ribut karena berbeda pemahaman tentang arti kekeluargaan.
Apakah seperti yang dikata si istri yang menganggap bahwa milik orangtuaku adalah milik kita, atau seperti kata si suami yang berkeyakinan bahwa rumah tangga yang mereka bangun walaupun sambil merangkak adalah tanggung jawab mereka sendiri.

Atau cerita tentang seorang Ibu yang ingin anaknya selalu dekat dengannya. Tinggal bersamanya walaupun sudah dewasa. Ikut makan dan minum dalam rumahnya, hingga uang gajinya bisa disimpan sendiri.
Atau pendapat si anak yang mengatakan ingin hidup mandiri karena ingin memberikan kebanggaan pada keluarga dan khususnya pada dirinya sendiri, yang tak mau terus-terusan hidup di bawah ketiak orang tua ....

Aku tak tahu apa yang sedang kubicarakan saat ini.
Perbedaan pemikiran, cara pandang, ketertarikan, kegemaran, atau menyuarakan kedangkalanku sendiri.

Hanya saja, aku mempunyai satu permasalahan yang sudah kudiamkan bertahun-tahun dari sahabat-sahabatku.
Ada perbedaan yang cukup mencolok di antara kami. Perbedaan cara dalam memaknai sebuah kesenangan, liburan, atau sebuah kata sederhana, istirahat.

Sejak masih mahasiswa dengan banyaknya kegiatan yang dicari-cari, atau ketika aku menjadi begitu sibuk dengan pekerjaan dan kemudian ketika punya banyak waktu luang.

Istirahat yang ideal bagiku adalah diam di rumah, membaca atau hanya sekedar menonton DVD...
Sementara pada waktu libur begitu mereka biasanya menarikku untuk bersenang-senang di luar. Aku tak tahu apakah bagi mereka diam di rumah itu kulakukan karena aku tak punya kegiatan lain yang lebih menarik, atau bagaimana ...

Kubiarkan ini mengganjal hatiku selama ini, karena aku tahu sungguh mereka tak berniat menggangguku, hanya ingin mengajakku bersenang-senang, sebagai bentuk rasa sayang.
Tapi untuk beberapa situasi aku sangat ingin mengatakan tidak tanpa harus mendapat protes.

Bagaimana cara memberitahu bahwa bagiku duduk diam membaca dalam sepi itu sama menyenangkanya dengan mereka mengitari mall yang ramai ?
Bagaimana cara memberitahu bahwa bagiku bau buku yang baru dibeli itu sama menggiurkannya dengan mereka mencium bau baju baru ?
Bagaimana cara memberitahu bahwa masuk ke museum itu bagiku sama menggairahkannya dengan mereka menjelajahi deretan distro ?
Bagaimana cara memberitahu bahwa berwisata keluar kota itu tak perlu dihabiskan dengan mendatangi setiap tempat belanja ?

Ou,, sebelum kau bepikir bahwa aku adalah kutu buku aneh yang anti sosial macam tokoh menyedihkan di film remaja Hollywood, kuberitahu bahwa aku pun senang bepergian, punya ketergantungan pada alat make-up bernama eye liner, merasa sangat bahagia bila memakai baju baru, tergiur dengan koleksi sepatu Carrie Bradshaw .. dan seperti perempuan lain, menjadikan belanja sebagai terapi patah hati paling ampuh.

Tapi,, ah ... aku tak bisa berkaca dengan sempurna bila menggunakan cermin milikku sendiri.
Mungkin aku hanya egois.
Mereka selalu ada untukku, mendukungku bahkan dalam kondisi terparah sekali pun, kenapa harus kubuat sesulit ini untuk berbagi kesenangan ...??


Template has been modified and taken from this site