Saturday, January 31, 2009

Enough Speaking Him Up


Keberhasilan Obama menjadi Presiden Terpilih Amerika Serikat menimbulkan euforia serentak di seluruh dunia, kalau boleh kukatakan demikian.
Pertama, di Amerika : "bangga" akhirnya mereka dipimpin oleh seseorang dari golongan minoritas.
Kedua, "dunia lain" yang punya kepentingan terhadap kebijakan Amerika, berharap Presiden kali ini tidak se-zalim Presiden sebelumnya.
Ketiga, di Indonesia : Wah.. ini yang menggelikan. Mendadak, timbul sebuah kebanggaan absurd melihat keberhasilan seorang teman lama, seolah-olah keberhasilan itu adalah sebagian dari keberhasilan kita sendiri.

Kupikir, gejala ini hanyalah milik orang-orang daerahku. Maksudku.. sebagian orang-orang menyedihkan di daerahku.
Di sana, bila ada orang yang berhasil menjadi seseorang, segera saja kemudian dicari-cari hubungan yang kiranya bisa membuat orang yang mendengar terpesona, berharap akan kecipratan segala atribut kehormatan dan kekaguman. Walau kenyataannya, hubungan tersebut hanyalah dicari-cari, dipaksa-paksa ada, bahkan si seseorang itu belum tentu ingat siapa orang itu.

Contohnya saja seorang tetanggaku. Saat seseorang yang dikenalnya pada masa lalu menjadi pimpinan di kepolisian daerah, dia dengan bangga mengatakan bahwa dulu waktu masih muda seseorang itu belajar memancing padanya. Walau sebenarnya bisa jadi mereka cuma kebetulan yang entah kenapa berada di perahu yang sama.

Atau kau tentu juga akan tertawa bila kuceritakan bahwa ada seorang tukang becak yang ingat bahwa Bupati yang sekarang itu adalah langganannya dulu waktu masih SD, padahal orang-orang di sekitar tahu bahwa masa SD si Bupati adalah di kota lain.
Atau juga seorang Ibu Rumah Tangga -kalau yang ini aku tahu ceritanya benar karena diakui oleh si Bupati- bercerita bahwa dulu sewaktu Bupati ini masih menjadi kolega suaminya di kantor, dia kerap bercanda dengan si Ibu Rumah Tangga tak ubahnya saudara ..

Yang paling menyedihkan adalah cerita kerabat dekatku, seorang Ayah yang bisa dibilang tak peduli akan pendidikan anak perempuannya, tidak banyak membantu biaya pendidikan si anak. Tiba-tiba saat si anak lulus dengan predikat memuaskan sehingga dipanggil ke panggung pada upacara wisuda, dengan tak lupa ditambahkan bahwa si anak berprestasi ini adalah anak siapa, si Ayah-lah yang tertawa paling lebar dan berkata kepada tetangga-tetangganya, "itu lah anakku, susah payah kami besarkan" .. Sementara si Ibu cuma tersenyum sinis di pojokan melihat kelakuan menyedihkan suaminya.

Ckckck ..
Membual, rupanya benar kata Andrea Hirata, sudah lama menjadi adat kebiasaan orang Melayu.

Begitu Obama terpilih menjadi orang nomor satu di negeri yang katanya Adi Daya, hmmm ... Teman-teman masa SD sang Presiden di Jakarta pun kemudian tidak hanya sibuk membongkar foto-foto lama, tetapi juga membongkar ingatan-ingatan lama yang sudah terkubur puluhan tahun.
Padahal aku yakin, sang Presiden belum tentu ingat kenangan masa SD di negeri jauh ini, seperti halnya kita yang hanya bisa mengingat segelintir saja kenangan masa SD. Mungkin hanya ingat teman sebangku atau hukuman dari guru matematika karena tidak mengumpulkan PR.
Kalaupun Obama ingat, pasti ada staf khusus yang ditugaskan untuk membongkar file-file masa itu, sekedar supaya Obama dibilang masih punya koneksi ke negara berkembang ini, siapa tahu bisa meningkatkan perolehan suara.

Kalau guru-guru yang memberikan komentar tentang salah satu anak didiknya ini, aku mahfum. Guru adalah Guru, tak dapat kausangkal...

Beda dengan pembantu rumah tangga yang katanya sudah diangkat anak oleh keluarga Barry dan bahkan menyandang nama si Ayah. Si Pembantu bercerita bahwa Barry kecil suka berpidato meniru Presiden Soeharto saat menyampaikan Pidato Kenegaraan, malah katanya diundang ke Amerika untuk menghadiri pelantikan. Pemirsa di televisi -termasuk aku- pun berdecak kagum. Wahh ..
Tapi apa daya, sehari setelah pelantikan, datang konfirmasi dari Si Adik Presiden bahwa Si Pembantu cuma mengaku-ngaku dan diminta untuk mencopot nama keluarganya, karena Si Pembantu tidak berhak menyandang nama itu..!

Jangankan orang kecil macam pembantu rumah tangga, para selebritis kita pun tidak ketinggalan memberi "pernyataan" tentang Obama. Yang paling mengherankanku adalah, seorang selebritis wanita yang sudah kehilangan kepopulerannya berkata bahwa dia diundang ke pelantikan Obama. Entah benar entah tidak -toh kita tidak bisa melihatnya di antara banyaknya kerumunan orang di televisi itu- yang pasti aku kebingungan mencari celah apa yang kira-kira bisa membuat si selebritis diundang.

Sekarang, setelah "Sang Presiden Pembawa Perubahan" menyatakan dukungannya kepada Israel, diamlah orang-orang kita. Tak ada lagi yang mengaku-aku ...

Ada-ada saja ...

Kata Ibuku dulu waktu mengajarkan padaku tentang kesuksesan :
"Sukses itu harus kau capai dan usahakan sendiri. Jangan kau membanggakan kesuksesan orang lain seolah itu kesuksesanmu, karena sesungguhnya orang yang demikian itu adalah pecundang."

Kira-kira begini..
Obama kita aku-aku sebagai Presiden Luar Biasa yang mempunyai ikatan dengan Indonesia, dan kita gemakan kesuksesannya seolah-olah sebagiannya adalah kesuksesan kita. Hmm.. apalah kira-kira kata Ibuku tentang bangsa kita ini ..??!

1 comment:

  1. well, seperti yg sering kita diskusikan, "ketika seseorang terkenal, semua orang merasa menjadi kenal"... hihi.. nice post Ding..

    ReplyDelete

Template has been modified and taken from this site