“Sakit hatiku, Muzda. Tega dia nusuk aku dari belakang."
Hati yang sakit apakah obatnya ?
Waktu.
Tak ada penawar yang lebih ampuh lagi.
“Aku patah hati .... Muzda tolooong. Rasanya mau gantung diri saja.”
Patah hati ?
Patah jadi dua atau pun remuk berkeping-keping, selalu ada lem pelekat yang bisa menyatukannya lagi.
“Hancur, hancur hatiku. Hatiku hancur."
HanTu ?
Oh, Olga terlalu hancur rupanya, sampai cuma dua kata itulah yang bisa diucapkannya.
Apakah ia bersedih terus-terusan ?
Tidak. Olga lebih banyak tertawa. Karena siapa bilang hati yang hancur itu selamanya? Ia bisa direbuild dengan teknik yang tak pernah kita pelajari.
Hati itu juga kasihan, ia bisa jatuh.
Jatuhnya sering membuat orang tertawa dan juga menangis sekaligus.
Bohong besar bila hati sakit sampai berdarah, kita bisa mati.
Apa lagi bila nestapa ini disebabkan oleh jenis cinta yang hanya dipandang dari sudut yang sempit. Cinta kepada lawan jenis?
Haih, mati sajalah sudah.
Ya, aku memang pernah mengaku patah hati. Siapa pula yang tidak ?
Tapi aku tak percaya pada rumus patah hati sampai mati.
Biar kuceritakan pengalaman masa remajaku yang dulu masih memandang dunia sebagai tempat berwarna merah muda. Di suatu waktu aku tiba-tiba berteriak ketika mendapati bahwa dunia itu bisa berubah menjadi kelabu.
Orang tuaku mengatakan, sakit hati yang dulu kurasakan itu tak akan membawaku mati. Tapi ada penyakit hati yang bisa membuat jalanmu mulus ke neraka.
Aku masih ingin ending yang bahagia ketika itu, seromantis yang bisa dibayangkan anak perempuan berumur 14 tahun. Aku memutar mata mendengar petuah ini, maka kemudian aku dihadiahi sebuah buku kecil yang berjudul “Penyakit Hati.”
Satu-satunya buku yang kuterima dengan hati yang tak segembira biasanya.
Waktu itu aku sungguh ingin membaca tentang Putri yang dijemput oleh Pangeran. Aku ingin membaca tentang betapa seorang gadis bisa menemukan cinta lain. Aku ingin dihibur dengan mengetahui bahwa di sana selalu ada anak laki-laki lain yang lebih hebat, yang bisa membuat cemburu cinta pertamaku ini.
Tapi di buku itu hanya ada bahasan tentang iri, dengki, dan dendam.
Kesombongan dan takabur.
Pamer dan kelicikan.
Itulah katanya penyakit hati yang sebenarnya, yang akan benar-benar membuatmu berhenti hidup sebagai manusia.
Sekarang aku tahu, sakit hati yang ada di lagu-lagu cengeng itu hanyalah bualan saja.
Aku juga percaya, siapa pun yang yakin bahwa ia tak punya penyakit hati, itu bohong.
Apalah itu selain kesombongan ?
Dan bukankah Narcissus memang pernah hidup?
Dengan menuliskan ini pun berarti aku telah menunjukkan penyakit hatiku.
Aku hanya tak tahu seberapa parahkah ia menggerogoti, karena sampai sekarang buku itu tak pernah tuntas kubaca.
Wallahu'alam.
Sumber foto