Tuesday, May 5, 2009

Wolverine dan Kelicikanku

Wolverine, X-Men the Origin ...
Oh no, ini bukan tentang resensi film. Aku tak akan membuatmu bosan dengan masa lalu Wolverine, no no no ...

Tapi karena aku bukan pembaca komik Marvel dan sejenisnya, aku terpesona dengan film ini. Dan aku surprise, ternyata Logan alias Wolverine dan saudaranya Victor Creed pernah ikut pada Perang Dunia II. Menjadi salah satu prajurit invasi Normandia pada D-Day, ..

Aku jadi teringat dulu aku begitu frustasi dengan game perang Medal of Honor.
Bila kau belum pernah main game ini, atau menonton film tentang D-Day seperti Saving Private Ryan atau The Longest Day, maka bayangkanlah penyerbuan Sekutu ke Pantai Normandia pada hari 6 Juni 1944 itu.

Bayangkanlah Omaha Beach yang menjadi pendaratan yang paling banyak memakan korban di sepanjang pantai Normandia. Pantai yang penuh dengan barisan fortres yang ditanam untuk menghindari serbuan langsung Sekutu yang mungkin dilakukan dengan menggunakan tank. Di sana ada Benteng Atlantik, yang merupakan benteng Jerman dengan meriam dan senjata yang siap menembaki tentara Amerika yang baru mendarat. Tak hanya itu, Benteng diperkuat oleh divisi tentara pimpinan Rommel, yang merupakan tentara-tentara yang terlatih baik dan berpengalaman di perang front timur.

Bila aku menjadi tentara Jerman, dengan mengabaikan betapa lemah pertahanan mereka dan betapa buruk strateginya, invasi Normandia ini seperti permainan, ke mana pun moncong senjata diarahkan, pasti akan mengenai tentara Amerika yang merayap di sepanjang pantai. Ibaratnya, dengan memejamkan mata sekali pun Jerman tetap bisa menghabisi mereka yang dari atas benteng terlihat seperti barisan semut kecil.

Dan bila aku adalah tentara Amerika, pendaratan ini seperti mimpi buruk. Itulah yang kurasakan, tentu saja dengan ukuran yang tak sesuai untuk ditakar dengan keadaan yang sebenarnya, karena aku hanya merasakannya di permainan Medal of Honor. Pada level tertentu, yaitu penyerangan Omaha Beach, berkali-kali aku mati di situ.
Menembak mati, tak menembak pun mati.
Bergerak terus, aku mati .. Diam, aku mati.. Jalan memutar, jalan lurus, tetap mati ...

Sampai akhirnya seorang teman menunjukkan caranya. Yaitu dengan mempelajari pola dentuman yang berkala. Setiap beberapa menit sekali tembakan ini berhenti untuk sekitar berapa detik, yang kuasumsikan sebagai waktu untuk reload. Saat itulah baru aku maju selangkah demi selangkah, dan berlindung di antara deretan pagar fortress bila rangkaian tembakan terjadi lagi.
Pola reload yang begitu menguntungkan di game ini, tapi tentu saja tak akan terjadi sebegitu rapi di kejadian sebenarnya.
Dan untungnya lagi, karena ini permainan, maka disediakan tenaga medis yang akan memberikan pada kita botol obat bertanda palang merah, untuk langsung mengobati luka, dan kita langsung akan sembuh saat itu juga.
Tapi dengan semua keuntungan permainan itu, tetap saja adrenalinku memuncak demi mendekati benteng Jerman itu, dan melumpuhkan senjata mereka sehingga tentara-tentara yang mendarat berikutnya aman dari serangan.

Setelah aku berhasil mendekati benteng, aku masih harus berjuang mendapatkan peledak yang digunakan untuk menghancurkan pagar baja yang mengelilingi benteng. Baru kemudian, dengan catatan kalau tidak mati dan harus mengulang step yang sama lagi berkali-kali, aku bisa mendapatkan kesempatan mengambil sniper milik Jerman yang mati kita tembak lebih dulu. Sniper itu kugunakan untuk menembak tentara Jerman di atas bukit, dan memberikan kesempatan pada teman-teman lain untuk maju.

Setelah misi itu selesai, baru aku bisa masuk dan naik ke atas benteng pertahanan, menghabisi tentara Jerman satu per satu.
Sementara Victor Creed, haiyah ... dia dan Logan bisa dengan gampang terbang dan merayap, menangkis peluru hanya dengan telapak tangan.
Bila semua tentara Jerman disatukan pun, tak akan mungkin menang melawan dua makhluk mutan ini.

Aku iri, coba di Medal of Honor ditawarkan player sejenis ini.

Di film, semua mungkin.
Apa yang pernah ada di impian terliar manusia sekalipun, bisa direalisasikan di film.
Huff,, that’s why I love movie ..

Semua mungkin, heh ..??
Termasuk memperkosa isi buku sampai berbeda sama sekali dengan cerita aslinya ...??
Silakan ...
Silakan sebutkanlah daftar buku-buku yang menurutmu diangkat ke film dengan hasil yang begitu mengecewakan.

Aku sungguh mengerti bagaimana kesulitannya merangkum 1000 halaman Harry Potter menjadi film berdurasi 150 menit, tapi itulah .. kenapa memang membaca itu nikmat.
Pecinta Harry Potter yang tak hobi membaca, tentu tak tahu mereka melewatkan banyak momen, banyak celetukan di ruang rekreasi atau sepanjang koridor saat pergantian kelas, atau kenakalan Peeves, Ksatria berbaju balet, dan keisengan Lukisan Nyonya Gemuk penjaga pintu asrama Gryfindor.
Tak akan tahu bahwa Ginnie ternyata gahar, dan alasan kenapa George dan Fred menjadi tokoh favorit nomor duaku setelah Harry sendiri.

Seandainya aku menjadi penulis buku yang diangkat ke sebuah film.. relakah aku bila isi bukuku dirubah, dipangkas, dibelokkan, dicarikan jalan pintas ??

Dulu pasti akan kujawab tidak.

Tapi baru-baru ini aku membaca sebuah ulasan di majalah film, tentang pengadaptasian serial Shopaholic ke dalam film.
Memang ...
Kutanyakan pada teman-temanku yang tak membaca bukunya, mereka bilang film itu bagus dan lucu.
Menurutku ?? kurang.
Aku tak menemukan bahasa lain, hanya kurang.
Kurang di mana-mana ...
Humor cerdasnya tak mengena, plotnya tersilang balik, pesan moralnya terlewatkan.
Film ini membuat Shopaholic menjadi seperti Chicklit kebanyakan, membuat novel itu menjelma menjadi komedi romantis gombal yang menawarkan terlalu banyak mimpi.

Endingnya terlalu gampang.
Jenis film yang dalam keadaan biasa hanya akan kutonton DVD-nya saja, bukannya di bioskop.

Kemudian aku ingat membaca di majalah itu juga, pada edisi jauh sebelumnya ketika film ini baru memasuki tahap produksi. Bahwa katanya, Sophie Kinsella tak keberatan dengan adanya perubahan ekstrim itu, tak hanya setting yang digeser ke Manhattan, tapi juga tentang pekerjaan Luke Brandon dan tokoh Girl in the Green Scarf yang sebenarnya hanya ada di khayalan Becky, menjadi nyata !

Penulisnya tak keberatan !
Maka tiba-tiba saja, di kepalaku terbentuk sebuah pikiran gila, egois dan sangat sinis.
Yaitu ...
Tak apalah bila mereka merubah isi bukuku semau mereka. Karena itu berarti, bukuku akan tetap dinilai lebih bagus oleh pembacanya. Kritikus akan berkata bahwa film itu tak bisa menyatakan setepat pesan yang ingin disampaikan penulis.

Haa.. ??!
You see what I mean ...
Ya, bukuku tetap akan mendapat nilai lebih bagus, dan akan dicetak ulang.

Gila kan ??
Aku ngeri sendiri dengan pikiranku ini, yang ternyata bisa licik juga.

blog comments powered by Disqus
Template has been modified and taken from this site