Tuesday, May 12, 2009

Untuknya Kenangan Ini Kutuliskan

Kakekku
Beliau adalah pendongeng yang menceritakan padaku tentang Kancil dan Buaya, Harimau dan Burung Pelatuk, serta semua makhluk dalam fabel. Menceritakan padaku tentang riwayat kerajaan zaman dulu, tentang Putri yang pemberani dan Pangeran yang berwibawa.


Kakekku
Beliau adalah guru mengajiku. Kesalahan tajwid sedikit saja, maka akan dipukulnya tanganku dengan alat penunjuk yang terbuat dari bilah bambu. Namun ilmu membaca Al Qur’an yang Beliau ajarkan tak semuanya mampu kuserap. Celakanya aku melewatkan satu ikhfa saat tes membaca Al Qur’an di salah satu persyaratan kelulusan, hingga hanya nilai seadanya yang kudapatkan.

Kakekku
Beliau yang mengajariku mengetik dengan menggunakan mesin ketik tuanya, hingga aku bisa mengetik dengan 10 jari pada kelas 4 SD. Dan sekarang setiap kali jari-jariku menyentuh keyboard, aku selalu bertanya-tanya, kenapa Beliau mengajariku mengetik ?

Kakekku
Beliau jago main kartu, tak ada yang kan bisa mengalahkannya di setiap permainan kartu pada saat kenduri. Cucu-cucunya memohon, meminta, merayu, menyogok dengan menawarkan memijat kakinya, menjadi sopirnya ke mana saja, bahkan ada yang nekat berjanji ia akan menghafal surat Al-Baqarah lengkap. Tapi Beliau hanya menertawakan kami dan tak sudi menurunkan ilmu itu.

Kakekku
Beliau yang mampu memutus seleraku akan cumi yang dimasak hitam berdawat. Suatu siang, aku yang ketika itu masihlah seorang gadis kecil yang kelaparan sepulang sekolah, lahap menghabiskan lauk siang itu tanpa ber-Bismillah.. Masakan itu tak pernah kusantap lagi hingga kini hanya karena Beliau berkata, “hati-hati Cu, nanti kau akan termakan alat kelaminnya.”

Kakekku
Yang selalu wangi di hari Jum’at dan Hari Raya. Hari Raya yang menggiring kami berlomba ke kamar Beliau.. Kebingungan dan gembira menjadi satu, apakah minta dipercikkan parfum Arab-nya lebih dulu, sungkem, ataukah mengamankan jatah uang lebaran.. Semua bergerombol kecil dan besar dalam urut-urutan yang kacau.. Sementara Beliau hanya terkekeh menertawakan keluguan dan sekaligus bakat ketamakan kami.

Kakekku
Tepat di hari-hari ini tiga tahun lalu.. Di tengah stroke yang membuatnya tak bisa lagi mengajar mengaji, tak bisa lagi makan seafood dan sayur kampung favoritnya, tak merasakan lagi beda panas dan dingin ... memintaku untuk melafalkan surat Yasin di telinganya.

Aku, dengan kenakalan seorang murid yang ingin mangkir. Dengan kebengalan cucu perempuan yang terikat janji bersenang-senang dengan teman lama.. Tak menurutinya ...
Hingga esok hari, dan esoknya lagi ... sampai akhirnya aku pulang kembali ke perantauanku.

Beberapa bulan sesudahnya, kudengar kabar dari Ibuku, Kakekku berpulang ...
Dengan damai, sungguh dalam damai.
Dan beberapa hari itu, Beliau tak berhenti memanggil namaku ..
Bertanya, di manakah cucunya, bertanya berulang-ulang ...
Di mana cucunya yang suara kaki kecilnya berkeletok di lantai ulin. Dimana cucunya yang suara mengajinya ingin ia dengarkan ...


Aku jatuh terduduk. Tak bisa melanjutkan sisa pekerjaanku.
Saat itu yang kuinginkan hanyalah berwudhu, duduk melafalkan Yasin yang pernah kuutang pada Beliau.
Hingga kini, walau beratus-ratus kali pun Yasin kubaca .. tetap rasanya utang itu tak pernah lunas kubayar ...

blog comments powered by Disqus
Template has been modified and taken from this site