Friday, July 30, 2010

Shrimp's Heart is in Its Head

"Hati udang itu ada di kepalanya."

Pertama kali aku mendengar pepatah ini, aku merasa ditampar. Aku dipaksa melihat ke diriku sendiri dan menyadari seberapa parah perubahan tata hati dan otakku.
Hati itu seharusnya ada di kepala, atau paling tidak, hati itu jangan kalah pada isi kepala. Mereka seharusnya berdekatan, jangan pernah saling bertentangan. Aku hanya bisa memahami satu maksud dari ini, bahwa apa pun yang terjadi, kepala harus bisa mengontrol hati.

Detik itu juga rasanya aku ingin menjadi udang. Hatinya tak jauh-jauh dari otak. Seandainya begitu, takkan pernah lagi aku merasa kesusahan mempertahankan logikaku tetap di kepala.

Takkan pernah lagi mungkin aku mendengar sahabatku satu itu berkata, logika dan hatinya tak sinkron.
Hati dan otak ada di satu tempat. Hati yang tugasnya merasa itu tempatnya ada di mana pikir berada. Bila sudah begitu, hati dan logika mungkin tak akan bertengkar lagi.

Tentu saja kemudian aku punya dua cara memahami pepatah ini.
Yang pertama, udang tak akan mengikuti dorongan hati saja, karena otaknya siap menimbang baik buruknya.
Atau yang kedua, begitu dekatnya posisi hati si udang dengan otaknya, tapi itu pun tak bisa mencegahnya untuk selalu berjalan "mundur", tak mau maju, maka kemudian lazimlah udang dikatakan bodoh..?

Mendadak aku tak ingin lagi menjadi udang.
Aku bukan bodoh.


blog comments powered by Disqus
Template has been modified and taken from this site