Friday, July 17, 2009

Misuh

Komputerku hang (lagi). Dan karena si kompie itu dan aku senyawa, maka bila ia kenapa-napa, aku lah yang sakit, meriang, sakit kepala.
Benar. Ini bukan melebih-lebihkan.

Saat menyalakan komputer tadi, tiba-tiba layar hitam itu yang kuhadapi, meminta booting.
Haiyah.
Setelah jurus putus asa memencet tombol kecil bernama "reset" itu tak berhasil, terpaksalah kuinstal ulang. Tapi alamak, bagus bener, hardisk-nya tak terbaca!
Ada apa dengan hardiskku??

A*U!!
Monyet!

Ah, oke...
Astaghfirullah.

Masalahnya, bukan sekali dua ini hardisk itu bermasalah. Pernah pertama kali waktu ia menghilangkan empat bab skripsiku. Kemudian yang kedua, menghilangkan koleksi foto bayi Uwen. Dan yang ketiga... membuatku diomeli Kakakku karena banyak datanya yang hilang tak bisa diangkat, dan aku pun dilarang mengutak-atik komputer lagi.

ATU!!!

Uhm, apakah kau suka menyumpah? Misuh?
Aku iya.
Tapi tak terbayang apa jadinya bila semua pisuhan yang keluar dari mulut kita ini menjadi nyata, ya...
Jangankan kutukan, menyumpah pun akan dahsyat sekali akibatnya.

Jika saja kita hidup di masa Mahabharata, di mana kutukan Gandari bisa membunuh Krishna, dan kutukan Urwasi bisa membuat Arjuna menjadi kasim, maka sekarang ini jumlah manusia akan menyusut dan jumlah binatang membengkak. Dan aku pasti punya kandang besar untuk monyet, dan hahaa, walaupun lebih sedikit jumlahnya, kau pasti tahu apa yang satu itu.



PS :

Sstt, aku yakin banyak teroris akan bertransformasi menjadi beragam bentuk hari ini, jika saja semua pisuhan dan kutukan itu dihitung sebagai doa yang langsung dijawab.


Foto Munyuk'e dari sini

Thursday, July 9, 2009

Bunuh Diri dan Nama Baik

Baru-baru ini seorang teman bicara tentang pencemaran nama baik. Tak pelak, aku menengok kalender dan yakin, bahwa kasus Prita sudah lewat lama, tergantikan oleh meninggalnya Michael Jackson dan Debat Capres, dan sekarang sudah ketahuan siapa yang akan melanjutkan kerja siapa.

Ia, temanku ini bercerita, bahwa sebuah gosip dihembuskan untuk mencemarkan nama baiknya, dan dengan demikian hampir membunuh karakternya. Katanya …

Haiyah, kenapa aku jadi bergosip ??

Begini …

Aku hanya teringat cerita Putri Hsiang dari jaman Dinasti Ching. Putri Hsiang ini adalah selir Kaisar Chien Lung yang tubuhnya mengeluarkan bau wangi karena selalu mandi dengan air susu unta berpunuk dua. Ia dijuluki Selir Harum yang tariannya bisa mengundang kupu-kupu. Sesungguhnya aku tak begitu yakin bagaimana cerita sebenarnya, ada begitu banyak versi, dan terlalu banyak khayal dan fiksi yang disematkan pada cerita ini.

Yang pasti ia berasal dari suku Uighur, dekat-dekat Turki, muslim katanya. Ada versi yang menceritakan bahwa ia adalah tawanan saat tanahnya dikalahkan, dan ada yang bilang ia dihadiahkan oleh Ayahnya kepada Kaisar Chien Lung sebagai bentuk transaksi politik.

Apa pun versinya, hampir semua bersepakat bahwa ia mati di dalam Kota Terlarang, dibunuh. Penyebabnyalah yang simpang siur. Diceritakan ia mati karena berusaha membunuh Kaisar, dan ada pula yang menceritakan kematiannya sebagai akibat dari kecemburuan Permaisuri dan kebencian Ibu Suri.

Yang pasti, Hsiang Fei, atau Selir Harum, atau Epar Khan ini meninggal, dibunuh.
Dan untuk melindungi nama baik Sang Putri dan memulihkan kehormatannya, Istana mengumumkan dan dicatatkan dalam sejarah, bahwa Putri Hsiang telah bunuh diri dengan terjun ke sumur atau menggantung diri.

Di sinilah maksudku, bagaimana bisa tindakan bunuh diri disepadankan dengan kehormatan dan nama baik?
Tunda dulu perbandingan dengan samurai dan filosofi kehormatannya yang rumit, itu (mungkin) berbeda.

Tapi bila tentang seorang wanita, yang karena intrik politik dan kedengkian orang lain ia dibunuh, lalu demi kehormatan nama baiknya, kemudian ia diberitakan telah bunuh diri, di mana logikanya?
Sama sekali tak sampai ke otakku.

Aku sendiri akan lebih bangga bila kematianku disebabkan oleh pembunuhan dari pada karena bunuh diri.
Tentu saja banyak yang menjadi pertimbangan, seperti misalnya tahun berapa cerita itu berasal, bagaimana kondisi masyarakatnya, cara berpikir orang-orangnya pada zaman itu, atau keyakinan yang mereka anut. Akan ada banyak bahasan dan pembenaran.

Tapi aku menolak mengerti.
Walaupun aku tahu ada banyak celah untuk membenarkan tindakan orang-orang yang hidup jauh di masa lalu itu, aku tetap tak bisa berempati.
Aku tak mau memahami, karena walau sampai pusing pun aku berputar memikirkan, pertanyaan dan kegelisahanku tak jua terpuaskan.

Bunuh diri, bagiku adalah pencemaran nama baik yang sesungguhnya.
Tanda bahwa kita lemah, tak berdaya, berpikiran pendek, dan tak punya iman.



Untukmu sahabatku yang terobsesi pada mati, berhentilah bicara tentang bunuh diri.
Aku membencimu untuk itu.
Aku benci pada kata-kata yang kau olah itu, serius atau pun hanya meminta puji.

Dan kau boleh yakin, pada hari ketika seharusnya kau diyasinkan,
aku akan mencela keputusanmu dan berkata,
bahwa kau mati karena terlalu takut hidup.




Monday, July 6, 2009

Menunggu


Lampu itu benderang setiap malam meminta pertolongan.
Tidakkah kau lihat ?
Bukankah langitku adalah langitmu jua ?


Sudah pernah kukatakan, pahlawan tak perlu menyaru menjadi pujangga, karena dirinya sendiri adalah puisi.

Menghitung hari ternyata bukan cuma ungkapan.

Kau lihat Prabowo sudah pasrah menjadi wakil saja.
Manohara juga sudah kembali.
Dan Michael Jackson mati.
Rambutku yang sepunggung itu pun sudah kupangkas pendek.

Tapi kau belum kembali.
Lalu lagu apa yang sekarang harus kunyanyikan ??


Template has been modified and taken from this site